Kupu itu terbang tinggi. Hilir mudik berkeliling kesana-kemari. Kepakkan sayap menyamai peri. Tahukah Tuhan? Aku ingin bebas seperti mereka. Begitu cantik, begitu indah, begitu menawan, begitu bebas tidak ada yang mengekang. Kadang apa yang aku lakukan hanya terbatas aturan. Hati tidak sedikitpun bicara untuk sepenuhnya melakukan.
Oh ini seperti kamu, yang bermain cinta. Ngakunya sayang, namun hatimu membangkang. Itu hanya terucap pada bibir manismu belaka. Hmm... pernahkah kamu dengar lirik lagu ini?
"Lidah tidak bertulang
Ucapan cinta mengiris kalbu
Cinta dihati terkubur lagi..."
Adakah kamu mengerti?
Aku menyukai liriknya. Mungkin jika aku hayati, air mataku masih bisa terjatuh tak berarti.
Baik, kembali ke topik awal, aku tidak menawan seperti sang kupu. Namun, aku pernah merasakan bahwa aku memiliki sayap.
Adakah tuan menyadari?
Semenjak tuan datang, aku merasakan bahwa sayap itu tumbuh. Aku belajar untuk terbang. Kuingat benar, dirimulah yang membimbingku untuk membuka sayap, mencoba untuk mengepakkannya, melihat nyata bahwa diriku indah. Selain itu semenjak itu pula hidupku seakan berarti. Tetapi, semenjak kutahu kamu dengan kepuraanmu. Sayapku rapuh, akhirnya patah. Bisakah aku kembali menemukan seseorang yang dapat menumbuhkan sayap itu? Tunggu. Aku sudah mencoba. Tidak hanya sulit. Tetapi juga rumit.
Seperti kutipan inilah aku kini berada...
"Seekor kupu yang patah hati hinggap di ranting kering, perasaannya berdebar: ternyata ada sepi yang lebih menakutkan dari kebebasan." - @amresza
Tidak ada komentar:
Posting Komentar