Welcome to iCa's Scratch. Happy reading! PLEASE REMEMBER: Act creatively, DON'T COPY and PASTE without the original author. Make creations with your own mind, it will be more appreciated than you steal people's work. Thanks♥

Sabtu, 01 Februari 2014

Cinta dan Merindunya dalam Diam

Ada masa dimana air mata jatuh ketika rindu menghampiri secara perlahan. Aku mungkin sudah gila. Semenjak ulang tahunmu itu tiba, aku hanya sekedar mengucap kata, "Happy birthday kak!" lalu ada angin apa kau pun menyapa. Kukira selama ini kamu tak mengenalku, ternyata itu salah. Semenjak itupun, kami saling bertegur sapa, berbagi cerita, ia membantu ku dalam mengerjakan tugas, lalu ada masa dimana kami saling melontarkan ledekan, dan tertawa bersama. Namun ketahuilah, semua itu hanya sebatas percakapan kami di dunia maya. Selebihnya aku tak tahu apa yang terjadi.

Aku mungkin terlalu cepat berlari. Sampai kaki ini hilang kendali. Lancang atau bahkan aku terlalu terburu-buru untuk mengungkapkan perasaanku dengannya itu hal bodoh yang ku lakukan. Setelah kejadian malam Rabu tersebut, ku kira perasaan terpendam yang selama ini tak ku ungkapkan akan berkurang. Tetapi lagi-lagi aku salah, justru perasaan itu makin menggeram. Aku semakin kagum terhadapnya. Andai dia tahu, betapa penting dan berartinya ketika dia hanya mengucapkan, "Hai viscaaaa!!!" dalam sebuah pesan singkat. Tiap hari, aku tak bisa lepas dari handphone ku. Apapun semua tentangnya, aku sungguh tertarik. Hati dan mataku telah buta. Buta akan hal semu yang hanya sekedar berlangsung pada dunia maya.

Sedikit cerita tentangnya, dia adalah kakak kelasku semasa aku duduk di Sekolah Dasar di kota Cikarang. Waktu itu aku anak pindahan yang boleh dibilang polos, dan belum tahu kehidupan dunia pinggiran Jakarta. Pada saat itu, aku kelas 5 dan dia kakak kelas ku yang duduk di kelas 6. Dia setingkat lebih tua setahun dibandingkan ku. Entah dari mana awal mulanya perasaan suka itu muncul. Aku hanya sekedar melihat dia dari jauh. Melihat segala gerak-gerik tentangnya yang kadang konyol. Salah satunya ketika dia menjadi komandan upacara, aku tahu dia berada di tengah lapangan menjadi pusat perhatian. Panas pun kian menyengat, aku yang berdiam pada barisan kelasku terus-terusan mengamatinya secara diam-diam. Sepersekian menit kemudian, aku kaget. Apa yang tak menjadi dugaan ku terjadi. Kamu tahu? Kakak itu mendadak terkulai lemas dan pingsan. Semua riuh, salah satu dari guru pun menggotong dia untuk dibawanya ke UKS. Namun, sesaat setelah kejadian itu aku hanya tertegun diam. Tapi lagi-lagi aku tak bisa berbuat apapun.

Lain waktu, berganti cerita. Kini aku cukup sering bertegur sapa dengannya, namun baginya mungkin aku hanya dianggap teman, adik kelas, atau bahkan pengganggu bagi hidupnya. Status tak berubah. Bahkan biarpun perasaan yang telah terungkapkan pun tak menjadi jaminan untuk merubah keadaan. Sulit untuk meyakinkan seseorang apalagi kami terbentang oleh jarak. Dia di Jakarta, sementara aku di Solo.

Malam ini adalah malam yang tanpa kabar darinya. Dan aku memiliki kesempatan untuk  membahagiakan diriku dengan caraku, contohnya yaitu dengan menulis tentangnya. Ini merupakan cara untuk melarikan diri. Lari untuk bersembunyi dari keramaian, sehingga aku bisa memeluk rinduku sendiri. Inginku membuang sebagian rindu ini, namun apa daya hati tak sanggup. Mulut mudah bilang, "Baik, besok aku berhenti. Aku enggak lagi chat sama dia. Aku enggak bakal nyapa dia lagi." Namun hati mental tempe, dia berontak. Hati tak kuasa menahan. Dan kian memaksa untuk merindunya, disisi lain hati juga membujuk ku untuk bersikap egois. Dia berkata, "Udah jangan gegabah. Tunggu dia menyapa kamu terlebih dahulu. Jangan terus-terusan kamu yang menyapanya." Lain hati lain juga dengan otak. Otak pun ikut campur. Ia terus memaksaku untuk tak henti memikirkannya. Ah mengapa semuanya bertentangan seperti ini? Cukup. Apa lagi yang harus ku lakukan? Entah kisah ini akan bermuara kemana...
"Karena cinta dalam diam hanya menyisakan harap yang tak akan pernah terungkap." - @LeaVisca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar